Oleh Aris S*

 

Terapi murottal menunjukkan hasil yang signifikan terhadap tingkat nyeri pada anak yang dipasang infus. Terdapat perbedaan nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil rata-rata nyeri dari kedua kelompok, menunjukkan bahwa terdapat penurunan nilai nyeri pada kelompok intervensi bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Nah, disinilah penulis mengajukan salah satu cara untuk mengurangi rasa nyeri pada seorang anak ketika dipasang infus melalui terapi murottal. Murottal merupakan suatu metode membaca ayat-ayat Al Qur’an dengan lambat dan berirama sedang. Suara yang didengar manusia mencakup dari getaran mekanik yang mencapai telinga kemudian ke sel-sel otak (Elzaky, 2011). Lantunan ayat suci Al Qur’an mengandung unsur suara manusia yang dapat menurunkan rasa nyeri (Siswanti & Kulsum, 2016).

Pada saat anak mendengarkan murottal perhatian anak mulai terfokus pada suara yang melantunkan Al Qur’an dan teralihkan perhatiannya dari prosedur pemasangan infus. Salah satu contoh murottal yang digunakan dalam terapi murottal adalah surat Ar Rahman. Terapi murottal, merupakan salah satu teknik penatalaksanaan nyeri non farmakologis (Insani & Rokhanawati, 2014).

Menurut gate control theory, nyeri yang dirasakan responden saat pemasangan infus disebabkan jarum infus yang menusuk kulit akan merangsang serabut syaraf kecil sehingga inhibitory neuron tidak aktif. Hal ini menyebabkan gerbang terbuka dan terasa nyeri pada area yang tertusuk infus.

Pada saat diberikan terapi murottal, anak mendengarkan lantunan ayat suci Al Qur’an dengan berfokus pada suara sehingga dapat mendistraksi dan mengalihkan perhatian anak. Pada waktu yang bersamaan, anak diberikan teknik distraksi untuk merangsang serabut syaraf besar sehingga menimbulkan inhibitory neuron dan projection neuron menjadi aktif. Inhibitory neuron ini akan menghambat pengiriman sinyal ke otak dari projection neuron, sehingga stimulasi nyeri pada otak, ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa 10 gerbang tertutup dan nyeri tidak ditransmisikan ke otak sehingga tidak terjadi persepsi nyeri di thalamus (Sarfika dkk, 2015).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Insani & Rokhanawati (2014) yang menyatakan bahwa saat seseorang mendengarkan murottal ia merasa tenang karena hormon endorfin yang dikeluarkan akan ditangkap oleh reseptor di dalam sistem limbik dan hipotalamus. Hormon endorfin ini akan meningkat sehingga dapat menurunkan nyeri, memperbaiki nafsu makan, meningkatkan daya ingat dan pernafasan.

Penelitian ini sesuai pula dengan yang pernah diteliti oleh Adharin, dkk (2017) bahwa ada pengaruh terapi distraksi: berdoa terhadap skala nyeri anak usia sekolah saat pemasangan infus. Terapi distraksi dalam bentuk berdoa efektif untuk menurunkan nyeri pada anak saat tindakan invansif. Melalui terapi pembacaan Al Qur’an mampu mengaktifkan sel dalam tubuh dengan mengubah getaran suara menjadi gelombang yang ditangkap oleh tubuh. Hal ini merangsang reseptor nyeri pada otak untuk mengeluarkan opioid natural endogen. Dengan mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dapat merelaksasi saraf reflektif, mengatur fungsi pernafasan dan meningkatkan ketenangan (Rilla dkk, 2014).

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian dari Canbulat, et al (2014) bahwa intensitas nyeri menurun sesudah diberikan distraksi pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Teknik distraksi pada penelitian tersebut menggunakan kartu distraksi dan kaleidoskop.

Dengan demikian, terapi murottal bagi seorang anak pada saat diinfus dapat mengurangi rasa nyeri. Ingin mencoba? Silahkan. []

 

Penulis adalah mahasiswa semester V Prodi Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Cipta Husada, Malang.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *