Oleh Yuyud Wahyudi

Masa remaja adalah usia dimana seseorang mulai melakukan pencarian potensi jati diri. Masa dimana seseorang menemukan pola kemandirian, pola perilaku dan pola pikir akan menentukan pola perilaku pada saat mereka memasuki usia dewasa.

Secara umum,  masa remaja  berkisar antara usia 10 dan 24 Ini terdiri dari masa remaja awal (usia 10-14), yakni remaja pertengahan (15-17), dan remaja akhir (18 hingga pertengahan 20an). Remaja sebagai bagian dari kebudayaan (Sub-Culture) di masyarakat memiliki tugas untuk dapat menyelesaikan tugas tumbuh kembang yang sangat komplek.

Pada  usia remaja, seseorang dituntut untuk dapat mandiri, mengendalikan perilaku seksual terhadap lawan jenis. Mendapatkan pendidikan dan keterampilan sebagai persiapan serta bekal yang diperlukan ketika memasuki usia dewasa bersamaan menjalani pencarian identitas, mengembangkan nilai dan kepercayaan diri.

Hal ini berarti jika pada usia-usia tersebut mereka mendapat pendidikan peningkatan kapasitas dan keterampilan tertentu, akan mempengaruhi ketika mereka tumbuh menjadi orang dewasa. Begitu pula sebaliknya.

Di tengah masyarakat, sebagian orang mengasumsikan kelompok remaja sebagai kelompok yang penuh dengan ketidakjelasan peran dan memandang remaja sebagai kelompok yang belum mempunyai kapasitas utuh untuk berperan di masyarakat. Remaja sering dikelompokkan dalam kelompok yang rentan terdampak resiko bencana.

Remaja lebih banyak diasumsikan sebagai aktor pasif atau sebagai kelompok rentan dalam upaya penanggulangan kegawatdaruratan kesehatan dan bencana  dimasyarakat. Sehingga, seperti yang nampak dimasyarakat bahwa remaja kurang berperan dalam penanggulangan bencana karena berdasarkan asumsi bahwa mereka adalah objek.

Namun demikian, jika kelompok remaja diberikan kapasitas persiapan dalam kebencanaan yang adekuat maka akan banyak keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat manakala suatu bencana terjadi.

Remaja menjadi target potensi dalam membangun ketangguhan bencana. Hal ini berdasarkan hasil dari berbagai kajian di dunia yang menyimpulkan bahwa remaja yang diikutkan secara aktif dalam kegiatan–kegiatan sosial kemasyarakatan, khususnya pada kondisi krisis kesehatan dan bencana, akan menjadi agen penyebar informasi yang efektif bagi lingkungan sekitar, lebih-lebih bagi keluarga.

Terlebih remaja adalah aset masa depan bagi sebuah bangsa, dimana jika mereka mendapatkan pendidikan dan pengetahuan yang cukup maka akan berdampak pada kesuksesan penanggulangan kondisi kegawat daruratan dan bencana dimasa depan.

Akhir–akhir ini pemerintah dan masyarakat telah menyadari peran penting seta potensi remaja dalam upaya peningkatan ketangguhan kesehatan dan bencana yang ada dimasyarakat. Sebagaimana banyak kegiatan yang bisa dijumpai terkait dengan peningkatan kapasitas remaja dalam situasi kegawatdaruratan dan bencana.

Namun demikian, seringkali berbagai kegiatan peningkatan kapasitas remaja yang dilakukan belum dapat memenuhi target kompetensi yang diharapkan. Hal ini dikarenakan oleh minimnya ketersediaan sumberdaya serta keberlanjutan dari program pelatihan yang ada.

Dengan demikian, pendidikan guna peningkatan kapasitas gawat darurat kesehatan dan bencana dengan metode serta keberlanjutan program yang terukur, sangat diperlukan bagi kelompok usia ini.

 

*Penulis adalah Wakil Ketua I STIKes Widya Cipta Husada Malang dan dosen Program Studi Ilmu Keperawatan. Email: [email protected]


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *